Pages

Senin, 16 Desember 2013

PAUD

Berdasarkan UU NO. 20 TAHUN 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1, Pasal 1, Butir 14 dinyatakan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pendidikan anak usia dini memiliki fungsi utama mengembangkan semua aspek perkembangan anak, meliputi perkembangan kognitif, bahasa, fisik (motorik kasar dan halus), sosial dan emosional.

Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang sangat kuat antara perkembangan yang dialami anak pada usia dini dengan keberhasilan mereka dalam kehidupan selanjutnya. Misalnya, anak-anak yang hidup dalam lingkungan (baik di rumah maupun di KB atau TK) yang kaya interaksi dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar akan terbiasa mendengarkan dan mengucapkan kata-kata dengan benar, sehingga ketika mereka masuk sekolah, mereka sudah mempunyai modal untuk membaca. Sehubungan dengan fungsi-fungsi yang telah dipaparkan tersebut, maka tujuan pendidikan anak usia dini dapat dirumuskan sebagai berikut :

  1. Memberikan pengasuhan dan pembimbingan yang memungkinkan anak usia dini tumbuh dan berkembang sesuai dengan usia dan potensinya
  2. Mengidentifikasi penyimpangan yang mungkin terjadi, sehingga jika terjadi penyimpangan, dapat dilakukan intervensi dini
  3. Menyediakan pengalaman yang beranekaragam dan mengasyikkan bagi anak usia dini, yang memungkinkan mereka mengembangkan potensi dalam berbagai bidang, sehingga siap untuk mengikuti pendidikan pada jenjang sekolah dasar (SD)

Dalam satuan pendidikan, PAUD terdiri dari tiga satuan pendidikan yakni PAUD formal yang meliputi Taman Kanak-kanak (TK), Raudhatul Athfal (RA), atau bentuk lain sederajat. PAUD nonformal yang meliputi Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain sederajat dan PAUD Informal atau Pendidikan Keluarga atau Pendidikan yang Diselenggarakan oleh Lingkungan baik disengaja maupun tidak.

Minggu, 15 Desember 2013

Life Skills

 

Broling (1989) mendefinisikan life skills sebagai interaksi berbagai pengetahuan dan kecakapan yang sangat penting dimiliki oleh seseorang sehingga mereka dapat hidup mandiri. Dawis (2000: 1) menyatakan bahwa life skills adalah “manual pribadi” bagi tubuh seseorang. Kecakapan ini membantu seseorang belajar bagaimana memelihara tubuhnya, tumbuh menjadi dirinya, bekerja sama secara baik dengan orang lain, membuat keputusan logis, melindungi dirinya sendiri, dan mencapai tujuan dalam kehidupannya. Team Broad based Education (2002: 7) menyatakan bahwa life skills atau kecakapan hidup adalah kecakapan yang dimiliki seseorang untuk mau dan berani menghadapi problema hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga pada akhirnya mampu mengatasinya. WHO (1997) menegaskan bahwa kecakapan hisup (life skills) adalah berbagai keterampilan/kemampuan untuk dapat beradaptasi dan berperilaku positif, yang memungkinkan seseorang mampu menghadapi berbagai tuntutan dan tantangan dalam hidup sehari-hari secara efektif.

Berdasarkan uraian beberapa pendapat di atas, dapat dirumuskan bahwa hakikat pendidikan kecakapan hidup dalam pendidikan nonformal adalah upaya untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan, sikap, dan kemampuan yang memungkinkan warga belajar dapat hidup mandiri.

Dalam penyelenggaraan pendidikan kecakapan hidup, menurut Jaques Dehlor (1996) berprinsip dari empat pilar pendidikan, yaitu: learning to know (belajar untuk memperoleh pengetahuan), learning to do (belajar untuk dapat berbuat/melakukan pekerjaan), learning to be (belajar untuk dapat menjadikan dirinya menjadi orang yang berguna), dan learning to life together (belajar untuk dapat hidup bersama dengan orang lain). Penyelenggaraan pendidikan kecakaan hidup pada satuan pendidikan nonformal, terutama dalam rangka pengentasan kemiskinan dan penanggulangan pengangguran dan lebih ditekankan pada upaya pembelajaran yang biasanya memberikan penghasilan (learning and earning). Menurut UU Nomor 20/2003 pasal 26 Ayat 5; Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Pendidikan kecakapan hidup (life skills) pada dasarnya merupakan sustu upaya pendidikan untuk meningkatkan kecakapan hidup setiap warga Negara. Pengertian kecakapan hidup adalah kecakapan yang dimiliki seseorang untuk berani menghadapi problema hidup dan kehidupan dengan wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasinya.

Lembaga Kursus dan Pelatihan

Lembaga Kursus dan Pelatihan adalah salah satu bentuk satuan Pendidikan Nonformal yang diselenggara kan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Lembaga kursus dan pelatihan merupakan satuan pendidikan pendidikan luar sekolah (Nonformal) yang diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan bekal untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah, dan atau melanjutkan ke tingkat atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sedangkan program kursus dan pelatihan adalah jenis keterampilan yang di selenggarakan satuan pendidikan PNF dalam hal ini lembaga kursus dan pelatihan, dalam setiap lembaga kursus dan pelatihan dapat terdiri dari satu atau lebih program kursus dan pelatihan. Adapun dasar pendrian lembaga kursus dan pelatihan meliputi Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, Pasal 62 tentang pendirian satuan pendidikan. Ayat (1), Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal yang didirikan wajib memperoleh izin Pemerintah atau Pemerintah Daerah. Ayat (2), Syarat-syarat untuk memperoleh izin meliputi isi pendidikan, sarana dan prasarana pendidikan, pembiayaan pendidikan, system evaluasi dan sertifikasi serta manajemen dan proses pendidikan. Pasal 50 tentang Pengelolaan Pendidikan, Ayat (3), Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.
Masyarakat yang berminat untuk menyelenggarakan LKP dapat mengajukan proposal pendirian LKP secara lengkap dengan melampirkan bukti-bukti fisik sesuai persyaratan yang ditetapkan ke Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota setempat, u.p. Subdin yang menangani PLS. Persyaratan pendirian LKP adalah;
  1. Bukti diri berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) penyelenggara yang masih berlaku
  2. Bukti kepemilikan/sewa tempat
  3. Data kapasitas daya tampung peserta didik
  4. Rencana pembiayaan untuk penyelenggaraan kursus dan pelatihan paling sedikit untuk 1 (satu) tahun ke depan
  5. Data sarana dan prasarana yang dimiliki termasuk status gedung yang digunakan untuk penyelenggaraan kursus dan pelatihan
  6. Rencana program yang akan diselenggarakan paling sedikit 1 (satu) jenis
  7. Akta notaris pendirian badan hukum
  8. Struktur Organisasi/daftar nama
  9. Riwayat hidup penyelenggara atau anggota pengurus badan hukum yang menyelenggarakan program kursus.
Selain itu, adapun LKP diklasifikasikan menjadi 4 kategori, yaitu:
  1. LKP bertaraf Internasional, LKP berrtaraf internasional adalah LKP yang sudah memenuhi persyaratan sebagai LKP berklasifikasi nasional dan diperkaya dengan ciri-ciri yang mengacu pada keunggulan yang dipersyaratkan untuk memiliki daya saing di tingkat internasional. Dengan demikian, LKP berklasifikasi internasional adalah LKP yang sudah memenuhi dan melaksanakan persyaratan utuh LKP berklasifikasi nasional yang meliputi: standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarpras (sarana prasarana), standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian.
  2. LKP dengan Standar Nasional Pendidikan (SNP), LKP kategori SNP adalah LKP yang sudah memenuhi persyaratan sebagai LKP berklasifikasi Pelayanan Minimal dan diperkaya dengan ciri-ciri yang mengacu pada keunggulan yang dipersyaratkan untuk memiliki daya saing di tingkat nasional. Dengan demikian, LKP berklasifikasi nasional merupakan LKP yang sudah memenuhi dan melaksanakan persyaratan utuh LKP berklasifikasi pelayanan minimal yang meliputi: standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarpras, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian.
  3. LKP dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM), LKP kategori SPM adalah LKP yang sudah memenuhi persyaratan minimal sebagai LKP, yaitu: (a) Isi pendidikan, meliputi: struktur kurikulum yang berbasis kompetensi dan berorientassi padakeunggulan lokal, dan bahan ajar berupa buku/modul bahan ajar, (b) Pendidik dan Tenaga Kependidikan, meliputi: jumlah, kualifikasi, dan kompetensi masing-masing pendidik dan tenaga kependidikan yang sesuai dengan bidangnya; (c) Sarana dan prasarana, meliputi ketersediaan ruang kantor, ruang belajar teori, ruang praktek, sarana belajar mengajar, dan media pembelajaran, dengan ukuran, jenis, dan jumlah yang sesuai; (d) Pembiayaan, meliputi biaya operasional dan biaya personal untuk mendukung terselenggaranya program pendidikan; (f)Manajemen meliputi struktur organisasi lembaga dan deskripsi tugas yang jelas dan terarah guna memudahkan jalannya kegiatan dalam pencapaian tujuan; dan (g) Proses pendidikan, meliputi: silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
  4. LKP Rintisan, LKP kategori rintisan adalah LKP yang sudah memenuhi persyaratan minimal sebagai lembaga untuk menyelenggarakan kegiatan pembelajaran, baru merintis penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan pada tingkat pemula, atau LKP yang belum memenuhi klasifikasi pelayanan minimal. Beberapa ciri esensial dari LKP Rintisan adalah: (1) memiliki komitmen dalam memberikan kontribusi positif dalam penyediaan layanan pendidikan nonformal bagi masyarakat yang membutuhkan; (2) melaksanakan penyelenggaraan proses pembelajaran yang sederhana, aktif dan menyenangkan; (3) memaksimalkan penggunaan sarana-prasarana yang tersedia; (4) menggunakan pembiayaan yang terbatas dan efisien; dan (5) memiliki pendidik/instruktur dengan kualifikasi SLTA.




Kursus dan Pelatihan

Dalam penjelasan pasal 26 ayat 5 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, dijelaskan bahwa kursus dan pelatihan adalah bentuk pendidikan berkelanjutan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dengan penekanan pada penguasaan keterampilan, standar kompetensi, pengembangan sikap kewiraushaan serta pengembangan kepribadian profesional.

Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Sejalan dengan hal tersebut maka kursus dan pelatihan diselenggarakan dengan tujuan untuk memberikan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi, kepada masyarakat yang mebutuhkan.

Lembaga kursus dan pelatihan merupakan Satuan Pendidikan Pendidikan Luar Sekolah (Nonformal) yang diselenggarakan bagi warga masya- rakat yang memerlukan bekal untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah, dan atau melanjutkan ke tingkat atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sedangkan program kursus dan pelatihan adalah jenis keterampilan yang di selenggarakan satuan pendidikan PNF dalam hal ini lembaga kursus dan pelatihan atau satuan pendidikan lain. Dalam setiap lembaga kursus dan pelatihan dapat terdiri dari satu atau lebih program kursus dan pelatihan.

Dengan mengikuti program kursus dan pelatihan pada lembaga – lembaga kursus dan pelatihan, masyarakat akan memperoleh pendidikan berkelanjutan yang dapat ditempuh dalam waktu singkat serta hasilnya dapat langsung dirasakan dalam kehidupan sehari - hari. Keterampilan yang diperoleh dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan minat dan bakat, mencari pekerjaan, mengembangkan profesi, berusaha mandiri (wiraswasta), pengembangan karier, untuk memperkuat kegiatan pendidikan, dan dapat juga untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.

Senin, 09 Desember 2013

Pendidikan Luar Sekolah


Pada dasarnya, pendidikan luar sekolah atau pendidikan nonformal merupakan pendidikan yang terlebih dahulu lahir daripada pendidikan formal. Hal tersebut dapat terjadi mengingat sejalan dengan meningkatnya jumlah umat manusia di bumi ini, baik disadari maupun tidak akan kemudian sebuah kelompok – kelompok kecil sampai besar yang kemudian didalamnya terjadi interaksi yang dimana proses pendidikan disitu nantinya akan terlahir. Pendidikan nonformal timbul dari konsep pendidikan seumur hidup yang dimana bahwa proses pendidikan merupakan suatu proses continue yang bermula sejak seseorang dilahirkan hingga meninggal dunia. Sehubungan dengan hal tersebut untuk itulah kenapa pendidikan nonformal mempunyai karakteristik yang sangat berbeda apabila kita bandingkan dengan pendidikan formal yang sering kita temui dan alami pada masa – masa sekolah.
Menurut Coombs dalam Sudjana (2004), pendidikan luar sekolah ialah setiap kegiatan terorganisasi dan sistematis, di luar sistem persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu di dalam mencapai tujuan belajarnya. Menurut Philips H. Combs mengungkapkan bahwa pendidikan luar sekolah adalah setiap kegiatan pendidikan yang terorganisir yang diselenggarakan diluar sistem formal baik tersendiri maupun merupakan bagian dari suatu kegiatan yang luas, yang dimaksudkan untuk memberikan layanan kepada sasaran didik terentu dalam rangka mencapai tujuan – tujuan belajar. Seain itu, Menurut Soelaiman Joesoef dan Slamet Santoso pendidikan luar sekolah adalah setiap kesempatan di mana terdapat komunikasi yang teratur dan terarah di luar sekolah dan seseorang memperoleh informasi, pengetahuan, latihan maupun bimbingan sesuai dengan usia dan kebutuhan kehidupan, dengan tujuan mengembangkan tingkat keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang memungkinkan baginya menjadi peserta-peserta yang efisien dan efektif dalam lingkungankeluarga, pekerjaan bahkan lingkungan masyarakat dan negaranya.


Dari beberapa paparan para pakar tersebut apabila kita tarik sebuah benang merah maka, pendidikan luar sekolah sejatinya merupakan sebuah pendidikan yang dirancang untuk membelajarkan warga belajar agar mempunyai jenis keterampilan dan atau pengetahuan serta pengalaman yang dilaksanakan di luar jalur pendidikan formal.




Minggu, 08 Desember 2013

Evaluasi PLS






Evaluasi merupakan salah satu rangkaian manajemen dalam hal meningkatkan kualitas, kinerja, atau produktifitas suatu lembaga dalam melaksanakan programnya. Evaluasi secara singkat juga dapat didefinisikan sebagai proses mengumpulkan informasi untuk mengetahui pencapaian belajar kelas atau kelompok. Hasil evaluasi diharapkan mampu memperbaiki sekaigus meningkatkan proses manajemen yang telah berjalan. Jadi, nantinya evaluasi memberikan informasi bagi para perancang program untuk memutuskan kebijakan apa selanjutnya yang harus diambil.
Mehrens & Lelman (1978) Evaluasi adalah suatu proses dalam merencanakan, memperoleh, dan menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif - alternatif keputusan. Evaluasi menurut Griffin & Nix (1991) adalah judgment terhadap nilai atau implikasi dari hasil pengukuran. Menurut definisi ini selalu didahului dengan kegiatan pengukuran dan penilaian. Menurut Tyler (1950), evaluasi adalah proses penentuan sejauh mana tujuan pendidikan telah tercapai. Masih banyak lagi definisi tentang evaluasi, namun semuanya selalu memuat masalah informasi dan kebijakan, yaitu informasi tentang pelaksanaan dan keberhasilan suatu program yang selanjutnya digunakan untuk menentukan kebijakan berikutnya.
Berangkat dari paparan tersebut dapat kemudian kita tarik kesimpuan bahwasanya evaluasi pendidikan luar sekolah adalah proses pengambilan informasi tentang pelaksanaan suatu program pendidikan uar sekolah mulai dari perancangan, pengorganisasian, pergerakan, hingga pembinaan. Pada titik ini proses evaluasi atau penilaian akan juga kemudian menentukan pada proses pengembangan sehingga nantinya  kesuksesan dalam proses evaluasi ini juga akan berdampak kepada kesuksesan proses pengembangan dari sebuah program dalam hal ini adalah program pendidikan luar sekolah.

Jumat, 06 Desember 2013

Life Skills



Meskipun kecakapan hidup atau life skils telah didefinisikan berbeda-beda, namun esensi pengertiannya sama. Brolin (l989) mendefinisikan kecakapan hidup sebagai kontinum pengetahuan dan kemampuan yang diperlukan oleh seseorang untuk berfungsi secara independen dalam kehidupan. Pendapat lain mengatakan bahwa kecakapan hidup adalah kecakapan sehari-hari yang diperlukan oleh seseorang agar sukses dalam menjalankan kehidupan (http://www.lifeskills-stl.org/page2.html) Malik Fajar (2002) mendefinisikan kecakapan hidup sebagai kecakapan untuk bekerja selain kecakapan untuk berorientasi ke jalur akademik. Sementara itu Tim Broad-Based Education (2002) menafsirkan kecakapan hidup sebagai kecakapan yang dimiliki seseorang untuk mau dan berani menghadapi problema hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasinya.
Meskipun terdapat perbedaan dalam pengertian kecakapan hidup, namun esensinya sama yaitu bahwa kecakapan hidup adalah kemampuan, kesanggupan, dan keterampilan yang diperlukan oleh seseorang untuk menjalankan kehidupan dengan nikmat dan bahagia. Oleh karena itu, pendidikan kecakapan hidup adalah, pendidikan yang member bekal dasar dan latihan yang dilakukan secara benar kepada peserta didik tentang nilai-nilai kehidupan sehari-hari agar yang bersangkutan mampu, sanggup, dan terampil menjalankan kehidupannya, yaitu dapat menjaga kelangsungan hidup dan perkembangannya. Dengan definisi tersebut, maka pendidikan kecakapan hidup harus merefleksikan nilai-nilai kehidupan nyata sehari-hari, baik yang bersifat preservative maupun progresif. Pendidikan perlu diupayakan relevansinya dengan nilai-nilai kehidupan nyata sehari-hari. Dengan cara ini, pendidikan akan lebih realistis, lebih kontekstual. Tidak akan mencabut peserta didik dari akarnya, sehingga pendidikan akan lebih bermakna bagi peserta didik dan akan tumbuh subur. Seseorang dikatakan memiliki kecakapan hidup apabila yang bersangkutan mampu, sanggup, dan terampil menjalankan kehidupan dengan nikmat dan bahagia. Kehidupan yang dimaksud meliputi kehidupan pribadi, kehidupan keluarga, kehidupan tetangga, kehidupan perusahaan, kehidupan masyarakat, kehidupan bangsa, dan kehidupan-kehidupan lainnya. Ciri kehidupan adalah perubahan dan perubahan selalu menuntut kecakapan-kecakapan untuk menghadapinya. Oleh karena itu, sudah sewajarnya jikpa PS dan PLS mengajarkan kecakapan hidup.
Seperti juga ada pengertian kecakapan hidup, tujuan pendidikan kecakapan hidup juga bervariasi sesuai kepentingan yang akan dipenuhi. Naval Air Station Antlanta (2002) menuliskan bahwa tujuan pendidikan kecakapan hidup adalah: to promote family strength and growth through education; to teach concepts and principles relevant to family living, to explore personal. attitudes and values, and help members understand and accept the attitudes and values of others; to develop interpersonal skills which contribute to family well-being; to reduce mariage and family conflict and theeby enhance service member productivity; and to encourage on-base delivery of family education program and referral as appropriate to community programs.”i appropriate to community programs. Sementara itu, Tim Broad-Based Education Depdiknas (2002) mengemukakan bahwa tujuan pendidikan kecakapan hidup adalah untuk: (1) mengaktualisasikan potensi peserta didik sehingga dapat digunakan untuk memecahkan problema yang dihadapi, (2) memberikan kesempatan kepada sekolah untuk mengembangkan pembelajaran yang fleksibel, sesuai dengan prinsip pendidikan berbasis luas, dan (3) mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lingkungan sekolah, dengan member peluang pemanfaatan sumber daya yang ada di masyaakat, sesuai dengan prinsip manajemen berbasis sekolah.
Meskipun bervariasi dalam menyatakan tujuan pendidikan kecakapan hidup, namun konvergensinya cukup jelas yaitu bahwa tujuan utama pendidikan kecakapan hidup adalah menyiapkan peserta didik agar yang bersangkutan mampu, sanggup, dan terampil menjaga kelangsungan hidup dan perkembangannya di masa datang. Esensi dari pendidikan kecakapan hidup adalah untuk meningkatkan relevansi pendidikan dengan nilai-nilai kehidupan nyata, baik preservatif maupun progresif. Lebih spesifiknya, tujuan pendidikan kecakapan hidup dapat dikemukakan sebagai berikut.
Pertama, memberdayakan aset kualitas batiniyah, sikap, dan perbuatan lahiriyah peserta didik melalui pengenalan (logos), penghayatan (etos), dan pengamalan (patos) nilai-nilai kehidupan sehari-hari sehingga dapat digunakan untuk menjaga kelangsungan hidup dan perkembangannya.
Kedua, memberikan wawasan yang luas tentang pengembangan karir, yang dimulai dari pengenalan diri, eksplorasi karir; orientasi karir, dan penyiapan karir. Ketiga, memberikan bekal dasar dan latihan-latihan yang dilakukan secara benar mengenai nilai-nilai kehidupan sehari-hari yang dapat memampukan peserta didik untuk berfungsi menghadapi kehidupan masa depan yang sarat kompetisi dan kolaborasi sekaligus. Keempat, mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya sekolah melalui pendekatan manajemen berbasis sekolah dengan mendorong peningkatan kemandirian sekolah, partisipasi stakeholders, dan fleksibilitas pengelolaan sumber daya sekolah. Kelima, memfasilitasi peserta didik dalam memecahkan permasalahan kehidupan yang dihadapi sehari-hari, misalnya kesehatan mental dan pisik, kemiskinan, kriminal, pengangguran, lingkungan sosial dan pisik, narkoba, kekerasan, dan kemajuan iptek.
Hasil yang diharapkan dari pendidikan kecakapan hidup pada PS dan PLS adalah sebagai berikut. Pertama, peserta didik memiliki asset kualitas batiniyah, sikap,dan perbuatan lahiriyah yang siap untuk menghadapi kehidupan masa depan sehingga yang bersangkutan mampu dan sanggup menjaga kelangsungan hidup dan perkembangannya. Kedua, peserta didik memiliki wawasan luas tentang pengembangan. Karir dalam dunia kerja yang sarat perubahan yaitu yang mampu memilih, memasuki, bersaing, dan maju dalam karir. Ketiga, peserta didik memiliki kemampuan berlatih untuk hidup dengan cara yang benar, yang memungkinan peserta didik berlatih tanpa bimbingan lagi. Keempat, peserta didik memiliki tingkat kemandirian, keterbukaan, kerjasama, dan akuntabilitas yang diperlukan untuk menjaga kelangsungan hidup dan perkembangannya. Kelima, peserta didik memiliki kemampuan dan kesanggupan untuk mengatasi berbagai permasalahan hidup yang dihadapi.
Pendidikan kecakapan hidup memberikan manfaat pribadi peserta didik dan manfaat sosial bagi masyarakat. Bagi peserta didik, pendidikan kecakapan hidup dapat meningkatkan kualitas berpikir, k ualitas kalbu, dan kualitas fisik. Peningkatan kualitas tersebut pada gilirannya akan dapat meningkatkan pilihan-pilihan dalam kehidupan individu, misalnya karir, penghasilan, pengaruh, prestise, kesehatan jasmani dan rohani, peluang, pengembangan diri, kemampuan kompetitif, dan kesejahteraan pribadi. Bagi masyarakat, pendidikan kecakapan hidup dapat meningkatkan kehidupan yang maju dan madani dengan indikator-indikator adanya: peningkatan kesejahteraan sosial, pengurangan perilaku destruksif sehingga dapat mereduksi masalah-masalah sosial, dan pengembangan masyarakat yang secara harmonis mampun memadukan nilai-nilai religi, teori, solidaritas, ekonomi, kuasa dan seni (cita rasa).

Pustaka
Brolin, D.E. 1989. Life Centered Career Education: A Competency Based Approach. Reston, VA: The Council for Exceptional Children.
Depdiknas. 2002. Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup (Life Skill) Melalui Pendekatan Broad-Besed Education (Draft). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. 1989. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
GNVQ. 1993. Core Skills. London: The Office of General National Vocational Qualification.
Malik Fadjar. 2001. Laporan Menteri Pendidikan Nasional pada Rapat Koordinasi Bidang Kesra Tingkat Menteri. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Malik Fadjar. 2002. Paparan Seputar Langkah-langkah Menuju Tercapainya Sasaran Pembangunan Pendidikon (Disampaikan dalam Sidang Kabinet). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
MPR. 1998. Garis-garis Besar Haluan Negara. Jakarta: Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.
Naval Air Station Atlanta. 2002. Life Skills Education and Support. http//www.nasatlanta.navy. Mil/life.html.
Slamet PH. 1997. Perlunya Kebijakan Sumber Daya Manusia yang Utuh (Jurnal Pendidikan Teknologi dan Kejuruan). Jogjakarta: Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan.
Slamet PH. 2002. Pendidikan Kecakapan Hidup di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama: Konsep dan Pelaksanaan. Jakarta. Direktorat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama.
The National Training Board. 1992. National Competency Standard: Policy and Guidelines. Canberra: The Office of NTB.
US Department of Labor. 1992. Learning a Living: A Blueprint for High Performance. Washington DC.: US Department of Labor.
________.2002. The Life Skills Education Proiect. http://www. whomas.org.it/text2/life skills.html
________.2002. Life Skills Foundation. http://www.lifeskills-stl.org/page2.html
________.2002. Life Skills for Vocational Success. http://www. workshopsinc.com/manual/

Penulis
Slamet PH, MA, MEd, MLHR, Ph.D
















































































Rabu, 04 Desember 2013

Kursus menerbangkan besi "Deraya Flying School"



Disini anda akan mempelajari berbagai keterampilan khusus yang dibutuhkan untuk menjadi seorang Pilot yang profesional dalam waktu relatif singkat. Anda akan mendapatkan program latihan lengkap dengan Instruktur yang berpengalaman, tempat latihan yang mudah dijangkau serta biaya yang dapat diangsur.
Materi pendidikan yang akan Anda peroleh meliputi empat tahap yaitu:
  • Student Pilot License (SPL)
  • Aptitude Test
  • PPL (Private Pilot License)
  • CPL + IR (Commercial Pilot License + Instrument Rating)
Selain keempat tahap tersebut, Deraya Flying School atau DFS menyediakan paket pendidikan khusus bagi Anda yang membutuhkan sertifikasi tambahan ME (Multi Engine) + IR (Instrument Rating). Paket tersebut dapat diperoleh berdasarkan permintaan khusus. Dalam pelaksanaan pendidikan dan pelatihan, DFS telah dilengkapi beragam sarana dan prasarana sesuai dengan peraturan serta ketentuan nasional dan internasional terkait standar pendidikan bagi calon Pilot. Untuk mencapai suatu hasil pembelajaran yang maksimal dalam kurun waktu relatif singkat, armada terbang DFS terdiri dari 2 unit pesawat latih Cessna 150 serta 5 unit Cessna 172 yang selalu siap tersedia untuk latihan penerbangan.


DFS juga memiliki dua ruang kelas yang nyaman dan telah dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang lengkap sehingga tercipta proses belajar-mengajar yang kondusif serta maksimal antara Instruktur dan para calon Pilot DFS. Dengan demikian semua materi pendidikan dapat tersampaikan dan terserap dengan baik.
DFS juga melengkapi fasilitasnya dengan satu unit simulator Frasca 142 yang didatangkan dari Amerika. Dengan keberadaan simulator ini proses pembelajaran terbang pun menjadi lebih maksimal dan terintegrasi. Bekerja sama dengan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara, DFS telah menambah jumlah area training, yaitu di Lapangan Udara Adisumarmo, Solo. Dengan dukungan kelengkapan fasilitasnya serta jumlah training area yang mencukupi, maka Lapangan Udara Adisumarmo ini merupakan sebuah lokasi yang ideal dalam melaksanakan latihan terbang. DFS didukung penuh oleh Tim Teknik & Maintenance PT Deraya. Dengan profesionalisme serta pengalaman kerja puluhan tahun, Tim Maintenance PT Deraya bekerja secara profesional dengan standarisasi keselamatan yang tinggi. Dalam pelaksanaannya DFS memang berkomitmen untuk selalu menjaga kualitas serta keamanan selama program pendidikan berlangsung.

DFS juga menjamin bahwa Anda akan memperoleh sepenuhnya 160 JAM TERBANG selama masa pendidikan yang akan meningkatkan kualitas kemampuan terbang Anda. Usai masa pendidikan tersebut maka Anda sudah siap bertugas sebagai First Officer (Co-Pilot) di berbagai maskapai penerbangan. Dengan pengalaman selama 38 tahun, program pelatihan yang terstruktur, fasilitas yang lengkap, instruktur yang berpengalaman, serta ditunjang oleh Tim Maintenance yang kompeten di bidangnya, DFS telah berhasil menempatkan dirinya dalam jajaran sekolah penerbangan terbaik di Indonesia. DFS  juga memberikan layanan bagi Anda yang sudah memperoleh license (ijin terbang) asing untuk dialihkan ke license Indonesia atau biasa disebut dengan endorse. Selain program pelatihan penerbangan DFS juga melayani Anda yang berminat untuk tetap menjaga (maintain) Rating, atau sekedar menyalurkan hobi terbang Anda maupun Joy Flight.

Selasa, 03 Desember 2013

Manajemen Pendidikan Luar Sekolah



 Manajemen berasal dari bahasa Prancis kuno ménagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Karenanya, manajemen dapat diartikan sebagai ilmu dan seni tentang upaya untuk memanfaatkan semua sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan secara efektif dan efesien. Menurut Ricky W. Griffin, Manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal. Drs. Oey Liang Lee juga menambahakan bahwasanya manajemen adalah seni dan ilmu perencanaan pengorganisasian, penyusunan, pengarahan dan pengawasan daripada sumberdaya manusia untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Jika proses tersebut dilakukan dalam bidang pendidikan luar sekolah dan untuk mencapai tujuan – tujuan pendidikan luar sekolah maka disebut sebagai manajemen pendidikan luar sekolah. Sehingga dapat kita kita tarik kesimpulan bersama bahwasanya manajemen pendidikan luar sekolah/PLS adalah merupakan serangkaian kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan, mengendalikan dan mengembangkan terhadap segala upaya dalam mengatur dan mendayagunakan sumber daya manusia, sarana dan prasarana secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan daripada penyelenggaraan program pendidikan luar sekolah yang telah ditetapkan.
Adapun fungsi – fungsi daripada manajemen pendidikan luar sekolah sendiri terdiri dari berbagai versi yang berbeda oleh para pakar. Sehinggga jika dapat tarik benang merahnya, fungsi – fungsi manajemen pendidikan luar sekolah meliputi :
1. Perencanaan
Perencaanan bertujuan untuk merancang tujuan yang ditetapkan baik tujuan umum dan tujuan khusus dalam suatu organisasi atau lembaga penyelenggara pendidikan nonformal. Setelah tujuan ditetapkan perencanaan berkaitan dengan penyusunan pola, rangkaian, dan proses kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapat tujuan tersebut.
2. Pengorganisasian
Merupakan upaya melibatkan semua sumber manusia dan non manusia kedalam kegiatan yang terpadu untuk menciptakan tujuan lembaga atau organisasi penyelenggara pendidikan nonormal.
3. Penggerakan
Fungsi penggerakan adalah mewujudkan tingkat penampilan dan partisipasi yang tinggi dari setiap pelaksanaan yang terlibat dalam kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
4. Pembinaan
Upaya untuk memelihara efisiensi dan efektivitas kegiatan sesuai dengan yang telah direncanakan dalam upaya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
5. Penilaian
Penilaian berperan untuk menghimpun, mengolah, dan menyajikan informasi untuk pengambilan keputusan yang menyangkut upaya justifikasi, perbaikan, penyesuaian, pelaksanaan, dan pengembangan pendidikan non formal
6. Pengembangan
Pelaksanaan kembali program pendidikan non formal melalui fungsi-fungsi manajemen dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pembinaan, penilaian, dan pengembangan. Dengan demikian pengembangan berperan untuk menjembatani siklus kegiantan pendidikan non formal dalam mata rantai peningkatan kegiatan secara berkelanjutan.
Manajemen pendidikan luar sekolah terdiri atas fungsi-fungsi yang berurutan dan berdaur, yaitu perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pembinaan, penilaian dan pengembangan. Program pendidikan luar sekolah disusun secara terencana sesuai dengan satuan, jenis, dan lingkup pendidikan luar sekolah.